Regulasi Mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan/Corporate Social Responsibility (CSR)
BPD Mulyasari (Karawang) - Setiap perusahaan dalam bentuk badan hukum apapun pada hakikatnya memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan di sekitarnya. Kewajiban tersebut bila dikelola dengan baik akan mampu menyelesaikan banyak persoalan baik masalah sosial maupun lingkungan di sekitar.
Definisi CSR itu sendiri berdasarkan Word Business Council for Sustainable Economic Development menjelaskan CSR sebagai berikut, “business commitment to contribute to sustainable economic development, working with employee, their families, the local community, and society at large to improve their quality of life”
Regulasi mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan atau lebih populer disebut CSR (Corporate Social Responsibility) secara singkat disebutkan bahwa "Setiap perseoan selaku subjek hukum mempunyai tanggungjawab sosial dan lingkungan"
CSR hari ini tidak lagi bisa dikatakan sebagai kewajiban yang menjabi beban, karena setelah disahkannya UU No.40 tahun 2007 CSR menjadi kewajiban yang menguntungkan.
Regulasi Mengenai Corporate Social Responsibility)
Kutipan di atas merupakan bunyi Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 2012 Pasal 2 yang merupakan tindak lanjut dan penjelas dari undang-undang perusahaan No. 40 tahun 2007. Selain kutipan di atas ada beberapa regulasi lain yang mengatur mengenai CSR.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan TerbatasKonsep CSR yang terdapat dalam UU Perseroan Terbatas juga mencakup lingkungan. Jadi, secara resmi, UU ini menggunakan istilah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). UU ini mengatur kewajiban bagi perseroan yang berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Pasal 74 ayat (1) UU PT berbunyi, “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.” Bila ketentuan ini tidak dijalankan, maka ada sanksi yang akan dijatuhkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan TerbatasPemerintah menerbitkan PP No. 47 Tahun 2012 sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 74 UU PT di atas. PP No. 47 Tahun 2012 yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini hanya berisi sembilan pasal. Salah satu yang diatur adalah mekanisme pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan perseroan.
Pasal 4 ayat (1) PP No. 47 Tahun 2012 menyebutkan, “Tanggung jawab sosial dan lingkungan dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja tahunan Perseroan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan anggaran dasar Perseroan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.”
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman ModalUU Penanaman Modal juga menyelipkan satu pasal yang mengatur CSR. Pasal 15 huruf b berbunyi: “Setiap penanam modal berkewajiban: melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Penjelasan Pasal 15 huruf menambahkan bahwa yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas BumiUU Minyak dan Gas Bumi memang tidak secara tersurat mengatur tanggung jawab sosial perusahaan. Namun, bila dibaca secara seksama, ada satu aturan yang secara tersirat menyinggung mengenai CSR. Ketentuan itu adalah Pasal 11 ayat (3) huruf p, yang berbunyi, “Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat palin sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu: pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat.”
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan BatubaraUU Minerba tidak menyebut tanggung jawab sosial secara tersurat, tetapi menggunakan istilah program pengembangan dan pemerdayaan masyarakat. Pasal 108 ayat (1) UU Minerba menyebutkan bahwa “Pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.”
Pasal 1 angka 28 UU Minerba mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai “usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.”
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan BatubaraPP No. 23 Tahun 2010 merupakan aturan pelaksana dari UU Minerba. PP ini menjelaskan lebih lanjut mengenai pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang telah disinggung oleh UU Minerba. Ada satu bab khusus, yakni BAB XII, yang terdiri dari empat pasal yang mengatur pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
Salah satunya adalah Pasal 108 yang berbunyi, “Setiap pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib menyampaikan laporan realisasi program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setiap 6 (enam) bulan kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.” Pelanggaran terhadap kewajiban ini dapat dikenakan sanksi administratif.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas BumiUU Panas Bumi juga memiliki satu pasal yang mengatur mengenai tanggung jawab sosial perusahaan. UU ini menyebutkan istilah tanggung jawab sosial perusahaan dan pengembangan masyarakat sekaligus.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan TerbatasKonsep CSR yang terdapat dalam UU Perseroan Terbatas juga mencakup lingkungan. Jadi, secara resmi, UU ini menggunakan istilah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). UU ini mengatur kewajiban bagi perseroan yang berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan TerbatasPemerintah menerbitkan PP No. 47 Tahun 2012 sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 74 UU PT di atas. PP No. 47 Tahun 2012 yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini hanya berisi sembilan pasal. Salah satu yang diatur adalah mekanisme pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan perseroan.
Pasal 4 ayat (1) PP No. 47 Tahun 2012 menyebutkan, “Tanggung jawab sosial dan lingkungan dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana kerja tahunan Perseroan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan anggaran dasar Perseroan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.”
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman ModalUU Penanaman Modal juga menyelipkan satu pasal yang mengatur CSR. Pasal 15 huruf b berbunyi: “Setiap penanam modal berkewajiban: melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.” Penjelasan Pasal 15 huruf menambahkan bahwa yang dimaksud dengan “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanam modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas BumiUU Minyak dan Gas Bumi memang tidak secara tersurat mengatur tanggung jawab sosial perusahaan. Namun, bila dibaca secara seksama, ada satu aturan yang secara tersirat menyinggung mengenai CSR. Ketentuan itu adalah Pasal 11 ayat (3) huruf p, yang berbunyi, “Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat palin sedikit ketentuan-ketentuan pokok yaitu: pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat.”
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan BatubaraUU Minerba tidak menyebut tanggung jawab sosial secara tersurat, tetapi menggunakan istilah program pengembangan dan pemerdayaan masyarakat. Pasal 108 ayat (1) UU Minerba menyebutkan bahwa “Pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.”
Pasal 1 angka 28 UU Minerba mendefinisikan pemberdayaan masyarakat sebagai “usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.”
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan BatubaraPP No. 23 Tahun 2010 merupakan aturan pelaksana dari UU Minerba. PP ini menjelaskan lebih lanjut mengenai pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang telah disinggung oleh UU Minerba. Ada satu bab khusus, yakni BAB XII, yang terdiri dari empat pasal yang mengatur pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
Salah satunya adalah Pasal 108 yang berbunyi, “Setiap pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib menyampaikan laporan realisasi program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setiap 6 (enam) bulan kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.” Pelanggaran terhadap kewajiban ini dapat dikenakan sanksi administratif.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas BumiUU Panas Bumi juga memiliki satu pasal yang mengatur mengenai tanggung jawab sosial perusahaan. UU ini menyebutkan istilah tanggung jawab sosial perusahaan dan pengembangan masyarakat sekaligus.
Pasal 65 ayat (2) huruf b berbunyi: “Dalam pelaksanaan pelenyelenggaraaan Panas Bumi masyarakat berhak untuk: memperoleh manfaat atas kegiatan pengusahaan Panas Bumi melalui kewajiban perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan dan/atau pengembangan masyarakat sekitar.”
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir MiskinSetidaknya ada dua pasal yang menyinggung CSR dalam UU No. 13 Tahun 2011. Pertama, Pasal 36 ayat (1) huruf c yang menyatakan bahwa salah satu sumber pendanaan dalam penanganan fakir miskin, adalah dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir MiskinSetidaknya ada dua pasal yang menyinggung CSR dalam UU No. 13 Tahun 2011. Pertama, Pasal 36 ayat (1) huruf c yang menyatakan bahwa salah satu sumber pendanaan dalam penanganan fakir miskin, adalah dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan.
Ketentuan ini ditegas oleh Pasal 36 ayat (2) yang berbunyi, “Dana yang disisihkan dari perusahaan perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan sebesar-besarnya untuk penanganan fakir miskin.”
Selain itu, ada pula Pasal 41 yang menggunakan istilah pengembangan masyarakat. Pasal 41 ayat (3) menjelaskan bahwa pelaku usaha berperan serta dalam menyediakan dana pengembangan masyarakat sebagai perwujudan dari tanggung jawab sosial terhadap penanganan fakir miskin.
Selain itu, ada pula Pasal 41 yang menggunakan istilah pengembangan masyarakat. Pasal 41 ayat (3) menjelaskan bahwa pelaku usaha berperan serta dalam menyediakan dana pengembangan masyarakat sebagai perwujudan dari tanggung jawab sosial terhadap penanganan fakir miskin.
Sumber gambar: Aktual
Selamat bekerja untuk semua anggota BPD Mulyasari periode 2018-2024, masyarakat Desa Mulyasari beserta Anda!
BalasHapus